Friday, 4 December 2009

hikayat paku

Ini tamsilan paku dan seorang anak. Ada sabar, maaf dan toleransi didalamnya. Setiap kali berbuat salah, seorang anak diminta untuk memaku satu pagar. Hari pertama ada belasan pagar yang dia paku. Sesuai jumlah kesalahannya.

Dihukum seperti itu meletihkan. Ia pun menahan diri. Dari hari ke hari jumlah pagar yang dipaku semakin berkurang. Sampai satu ketika ia tak memaku satu pagar pun, karena tak berbuat salah.

Hari hari selanjutnya, ia diajari untuk menahan diri bila ada masalah. Setiap kali dia berjaya menahan diri, satu paku dicabutnya. Ia menemukan nikmatnya menahan diri yang membuatnya terbebas dari persoalan. Semua paku yang pernah dipakunya habis dicabut. Ia benar-benar mampu bersabar.

Tapi tahukah kawan…Meskipun ia telah berlaku baik, pagar itu berlobang karena bekas paku yang diketuk dan dicabutnya. Pagar itu tidak akan bisa seperti semula. Begitu juga dengan menulis dan berkata-kata, duhai kawan. Ia bukan sekadar sesuatu, karena ada hak yang harus kita tunaikan. Bila kata-kata tak diteliti hak-hak dan ketulusannya, maka kita sudah meninggalkan luka pada pihak yang mungkin terasa.

OK katamu, masih ada hari esok untuk membetulkan keadaan. Tapi itu juga bukan ubat, kawan. Karena tak semua orang yang membaca hari ini, akan membaca kembali esoknya. sekiranya kembali, ia tetap takkan sama seperti sebelumnya.

Itu sama saja seperti kita menusuk pisau di punggung orang dan mencabutnya, lalu meminta maaf. Katakanlah ia memaafkan, tapi tetap luka tusukan itu membekas. Luka akibat kata-kata yang tidak dijaga lebih berbahaya dari luka fizikal.

Lebih parah lagi ketika pembaca dan pendengar menganggap cerita itu sebagai “fatwa” yang kukuh, sementara pembetulan sesudah itu sekadar meraikan perasaan serta tidak punya kekuatan untuk benar-benar menghapus “fatwa” pertama tadi.

Jadi, sebagai penulis dan pelontar kata-kata, jangan adili orang lain apa lagi menghukumnya. Tapi adililah diri sendiri secara terbuka, sudah betulkah kata-kata dan tulisan kita? Kalau belum, ingatlah hikayat paku ini.

Edited by-waza

2 comments:

Anjung UmmuAmirah said...

daku terkesan...
keinsafan mula menebuk jiwaku..
bak kayu yg dipaku..
meninggalkan bekas yg dalam..
akibat dr tukul inzarmu..

haha, waza... cri laa nama pena yg baru!!!

Anonymous said...

ada namake tanpa nma ke..ttpsama

-waza-