Wednesday, 30 December 2009



Sekarang adalah zaman gelapku. Gelap bukan hanya tidak terang, tapi juga kelam. Zaman kegelapan merupakan era kelamnya peradaban. Entah akan kelam atau tidak hari ini, perjalanan bermula dengan samar, yakni ketika hari masih pagi. Apakah subuh begitu bersahabat dengan senja, hingga siang jadi tersepit ditaklukinya?

Ada yang kata, gelap itu pengetahuan. Berjalanlah dalam gelap agar tahu nikmatnya terang. Tapi aku belum buta, dan tak mahu dibutakan kegelapan. Maka lampu pun diadakan. Pertanyaanya, bagaimana lampu bisa menggagahi gelap menjadi bersinar. Apakah dia memberi terang dengan menyedut kegelapan?

Bila demikian, maka aku lebih selesa dalam samar dan remang-remang sahaja. aku tidak mahu sisa cahaya yang sedikit ini menyedut gelap untuk terang, wajahku akan penuh coretan arang. Selain itu gelap sering didalangi iblis sebagai pemuja yang tak senang akan kemajuan.

Aku tidak mahu hilang ketenangan hanya karena remangku, sebab nilai kasih sayang masih diperlukan. Remang akan membawaku pada terang tanpa harus menyedut gelap. Saat akal tak terjebak dengan kesalahan dan kehancuran, ia akan membawaku menemui kebenaran.

Tidak ada pembimbing yang lebih indah dari akal. Bisikannya pada batin akan menembusi cahaya, sehingga gelap lari tanpa harus disedut. Akal adalah cahaya dalam kegelapan amarah nafsu. Percayalah pada akal, bukan pada lampu.

Namun, kebelakangan ini ada yang ingin memuja kegelapan, agar cahaya tersepit dan menukar fikirannya untuk menjadi terang tanpa harus menyedut gelap.

Aku hanya ingin berhijrah dengan remangku menjauhi gelap. Selain itu, aku tak mampu dan akan terus menolak lampu bila ia hanya membawa terang dengan menyedut kegelapan. Biarlah aku menjadi lubang kecil tempat cahaya menerobos menusuk gelap ruang.

Ya! menusuk gelap, bukan menyedutnya…

Edit by waza

p/s-perlukan hati yang benar-benar tenang untuk memahaminya
Orang sekarang suka sangat professional. Mana-mana benda mesti dikaitkan dengannya. Seorang tidak akan dipandang tinggi jika tak professional. Hatta seorang itu bergelar ustaz, mereka tidak dinilai dengan ilmu mereka tapi professionaliti yang dinilai.

Lalu mulalah lahir golongan agama yang terlalu mementingkan professional untuk memenuhi permintaan masyarakat. Ternyata kebanyakan golongan sebegini mampu hidup dalam masyarakat tapi mereka tak mampu mengubah masyarakat. Mereka tidak ada apa-apa yang lebih berbanding masyarakat.

Sepertimana untuk menguasai ilmu fekah contohnya, kita perlu menguasai ilmu alat seperti nahu arab, balaghah,hadis, quran dan lain-lain. professional kita dalam berdepan dengan masyarakat juga ilmu alat. Agar orang jadi tertarik untuk mendengar apa yang kita ucapkan. Sedarkah kita, apa yang kita akan sampaikan itu sebenarnya keperluan utama.

Ilmu yang akan kita sampaikan sepanjang hidup dengan masyarakat, takkan cukup dengan sekadar beberapa tahun mempelajari bidang tersebut. Proses pencarian ilmu tidak boleh berhenti. Mencari dengan memberi kena juga selari. Kita tak boleh salahkan seseorang yang memandang rendah pada orang-orang yang membawa agama. Mungkin mereka golongan intelektual. Bagi mereka proses pencarian ilmu mereka jauh lebih baik dan lama dari kita. Pengalaman mereka lebih banyak. Kehidupan mereka juga nampak lebih baik.

Adakah dengan menjadi seorang agamawan yang professional dapat menyelesaikan masalah? Apa takrif sebenar professional?adakah islam yang hendak dibawa sudah ketinggalan sehingga perlu ditambah sifat professioanal padanya untuk menambahkan kegahannya?

Sebenarnya, cukup seseorang itu mempelajari ilmu agama lalu mempraktikkan apa yang dipelajarinya untuk menjadikan dia professional. Islam itu cukup sempurna lagi professional dalam mengatasi masalah dan memenuhi kehendak masyarakat. Sejak dulu, sekarang dan sampai bila-bila. Kelemahan agamawan dalam memahami agama buat cara pemikiran mereka tidak professional.

Belajar agama bukan kemuncak. Syaratnya adalah mengerti agama. Pengertian perlu dengan belajar. Pengertian tak terhenti dengan sekadar belajar. Segalanya terhasil bila Allah menghendaki.Kalau Allah hendakkan kebaikan kepada seseorang, Dia akan berikan kefahaman dalam agama.

Kefahaman dalam agama akan membuat seseorang itu nampak hakikat sesuatu benda. pernahkah kita solat dan puasa tapi dalam masa yang sama kita masih melakukan dosa. Mengapa? Kerana hakikat di sebalik ibadat adalah ubudiah. Kehambaan. Kita menghambakan diri dengan solat tapi tak merasakan kehinaan, kekurangan, kelemahan sebagai hamba serta kebesaran dan kekuatan zat yang kita sembahkan. Maka apa lebihnya kita berbanding orang yang tidak solat dan tidak menutup aurat. Kita tidak mempersembahkan apa-apa selain penat dan lelah.

Habis itu kena faham hakikat dahulu baru mula buat baik? Tidak. kena buat baik dahulu sebab hanya dengan itu kita dapat memahaminya. Untuk mencipta makanan yang lazat kita perlu mencuba dahulu. Bukan boleh menjadi sedap sekelip mata. Kita mungkin boleh bertanya orang lain tentang rasanya tapi ia tetap tak sama.

Habis bagaimana kalau tuhan tak izinkan kita mengerti? Bukankah kamu kata semuanya jika Allah menghendaki. Lagipun, betapa ramai orang yang belajar agama tak mengerti apatah lagi jika seorang yang banyak melakukan dosa.

Memang hidayah itu satu benda yang sangat membahagiakan. Ramai mana yang hidup di atas bumi ciptaan Allah ini tapi gagal untuk menemukannya. Ada yang sepanjang hidupnya dihabiskan dengan mencari tapi belum disingkapkan jendela hati untuk ketemu. Ada yang sekejap sahaja mencari lalu ia datang dengan mudah.

Allah akan beri kepada sesiapa yang dia kehendaki dan suka. kita akan melakukan apa sahaja untuk menunjukkan kasih sayang kita kepada orang yang kita cinta. Kenapa? Semestinya untuk mendapatkan perhatiannya. (padahal dia belum tentu akan setia pada kita).

Kita jadikan diri kita seorang kekasih yang setia dengan setiap suruhan dan larangan Allah. Nescaya Allah akan membalas cinta kita. Rahmat dan kasih sayangnya sentiasa mengatasi kemurkaan. Hanya dengan rahmat ini yang mampu memasukkan kita ke dalam syurga bukan ilmu, amal dan lain-lain.

Habis apa gunanya ilmu, ibadat, dan ubudiah kalau semuanya bergantung pada rahmat? Jawabnya semuanya berkait. Kita perlu ilmu untuk ibadat. Perlu ibadat untuk merasai ubudiah. Perlu juga ubudiah untuk mendapat rahmat.

Mengerti hakikat-hakikat sebegini bukan untuk dibanggakan. Bila saja kita berbangga dengan pemahaman kita yang dirasakan tinggi, kita sebenarnya masih tidak tahu apa-apa. Ia seperti orang yang berteduh di bawah bayang. Merasa tenang sedangkan mentari tegak di kepala.
tiada satu pun di dalam kehidupan di dunia ini yang boleh membuat kita bangga. Kita jangan jadi pencuri. Sifat bangga itu milik Allah. Tak pernah pun Allah pinjamkan ia kepada manusia.

-waza-
30-12-2009

Monday, 14 December 2009

APAKAH WANITA ITU JAHAT DALAM SEGALANYA?
Dr. Yusuf Al-Qardhawi

Dalam buku Nahjul Balaghah karangan Amirul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a terdapat suatu keterangan:

"Wanita itu jahat dalam segalanya. Dan yang paling jahat dari dirinya ialah kita tidak dapat terlepas dari padanya."

Apakah arti yang sebenarnya (maksud) dari kalimat tersebut? Apakah hal itu sesuai dengan pandaigan Islam terhadap wanita? Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.

Jawapan..

Ada dua hal yang nyata kebenarannya, tetapi harus dijelaskan
iebih dahulu, yaitu:

Pertama, yang menjadi pegangan atau dasar dari masalah-masalah agama ialah firman Allah swt. dan sabda Nabi saw, selain dari dua ini, setiap orang kata-katanya boleh diambil dan ditinggalkan. Maka, Al Qur'an dan As-Sunnah, kedua-duanya adalah sumber yang kuat dan benar.

Kedua, sebagaimana telah diketahui oleh para analis dan cendekiawan Muslim, bahwa semua tulisan yang ada pada buku tersebut di atas (Nahjul Balaghah), baik yang berupa dalil-dalil atau alasan-alasan yang dikemukakan, tidak semuanya tepat. Diantara hal-hal yang ada pada buku itu ialah tidak menggambarkan masa maupun pikiran serta cara d izaman Ali r.a.

Oleh sebab itu, tidak dapat dijadikan dalil dan tidak dapat dianggap benar, karena semua kata-kata dalam buku itu tidakditulis oleh Al-Imam Ali r.a. Didalam penetapan ilmu agama, setiap ucapan atau kata-kata dari seseorang, tidak dapat dibenarkan, kecuali disertai dalil yang shahih dan bersambung, yang bersih dari kekurangan atau aib dan kelemahan kalimatnya.

Maka, kata-kata itu tidak dapat disebut sebagai ucapan Ali r.a. karena tidak bersambung dan tidak mempunyai sanad yang shahih. Sekalipun kata-kata tersebut mempunyai sanad yang shahih, bersambung, riwayatnya adil dan benar, maka wajib ditolak, karena hal itu bertentangan dengan dalil-dalil dan hukum Islam. Alasan ini terpakai di dalam segala hal (kata-kata) atau fatwa, walaupun sanadnya seterang matahari.

Mustahil bagi Al-Imam Ali r.a. mengatakan hal itu, dimana beliau sering membaca ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah:


"Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang,
yang kemudian darinya Allah lantas menciptakan istrinya, dari keduanya Allah mengembangbiakkan
laki-laki dan wanita yang banyak ..." (Q.s. An-Nisa': 1)


"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan firman-Nya): 'Bahwa sesungguhnya Aku tiada mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun wanita,
(karena) sebagian darimu adalah keturunan dari sebagian yang lain ..." (Q.s. Ali Imran: 195).


"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialahDia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamurasa kasih dan sayang ..." (Q.s. Ar-Ruum: 21).

Masih banyak lagi di antara ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengangkat dan memuji derajat kaum wanita, disamping kaum laki-laki. Sebagaimana Nabi saw. bersabda:

"Termasuk tiga sumber kebahagiaan bagi laki-laki ialah wanita salehat, kediaman yang baik dan
kendaraan yang baik pula." (H.r. Ahmad dengan sanad yang shahih).

"Di dunia ini mengandung kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan itu adalah wanita yang salehat." (H.r. Imam Muslim, Nasa'i dan Ibnu Majah).

"Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah wanita yang salehat, maka dia telah dibantu dalam
sebahagian agamanya; maka bertakwalah pula kepada Allah dalam sisanya yang sebahagian."

Banyak lagi hadis-hadis dari Nabi saw. yang memuji wanita; maka mustahil bahwa Ali r.a. berkata sebagaimana di atas. Sifat wanita itu berbeda dengan sifat laki-laki dari segi fitrah; kedua-duanya dapat menerima kebaikan, kejahatan, hidayat. kesesatan dan sebagainya.

Mengenai fitnah yang ada pada wanita disamping fitnah yang ada pada harta dan anak-anak, dimana hal itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an dan dianjurkan supaya mereka waspada dan menjaga diri dari fitnah tersebut. Dalam sabda Rasulullah saxv. diterangkan mengenai fitnahnyakaum wanita, yaitu sebagai berikut,

"Setelah aku tiada, tidak ada fitnah yang paling besar gangguannya bagi laki-laki daripada
fitnahnya wanita." (H.r. Bukhari).

Arti dari hadis di atas menunjukkan bahwa wanita itu bukan jahat, tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia, yang dikhawatirkan lupa pada kewajibannya, lupa kepada Allah dan terhadap agama. Selain masalah wanita, Al-Qur'an juga mengingatkan manusia mengenai fitnah yang disebabkan dari harta dan anak-anak.

Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah
pahala yang besar." (Q.s. At-Taghaabun: 15)


"Hai orang-orang yang beriman!Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian' maka mereka termasuk orang-orang yang
merugi." (Q.s. Al-Munaafiquun: 9).

Selain dari itu (wanita, anak-anak dan harta yang dapat mendatangkan fitnah), harta juga sebagai sesuatu yang baik.
Firman Allah swt.:

"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenismu sendiri dan menjadikan bagimu danistri-istrimu itu, anak-anak dan cucu; danmemberimu rezeki dari harta yang baik-baik ..."(Q.s. An-Nahl: 72)

Oleh karena itu, dianjurkannya untuk waspada dari fitnah kaum wanita, fitnah harta dan anak-anak, hal itu bukan berarti kesemuanya bersifat jahat, tetapi demi mencegah timbulnya fitnah yang dapat melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Allah swt. tidak mungkin menciptakan suatu kejahatan, kemudian dijadikannya sebagai suatu kebutuhan dan keharusan bagi setiap makhluk-Nya.

Makna yang tersirat dari suatu kejahatan itu adalah suatu bagian yang amat sensitif, realitanya menjadi lazim bagi kebaikan secara mutlak. Segala bentuk kebaikan dan kejahatan itu berada di tangan (kekuasaan) Allah swt.

Oleh sebab itu, Allah memberikan bimbingan bagi kaum laki-laki untuk menjaga dirinya dari bahaya dan fitnah yang dapat disebabkan dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal
tersebut. Diwajibkanjuga bagi kaum wanita, agar waspada dan berhati-hati dalam menghadapi tipu muslihat yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk menjadikan kaum wanita sebagai sarana perusak budi pekerti, akhlak yang luhur dan bernilai suci.

Wajib bagi para wanita Muslimat kembali pada kodratnya sebagai wanita yang saleh, wanita hakiki, istri salehat, dan sebagai ibu teladan bagi rumah tangga, agama dan negara.

Friday, 4 December 2009

hikayat paku

Ini tamsilan paku dan seorang anak. Ada sabar, maaf dan toleransi didalamnya. Setiap kali berbuat salah, seorang anak diminta untuk memaku satu pagar. Hari pertama ada belasan pagar yang dia paku. Sesuai jumlah kesalahannya.

Dihukum seperti itu meletihkan. Ia pun menahan diri. Dari hari ke hari jumlah pagar yang dipaku semakin berkurang. Sampai satu ketika ia tak memaku satu pagar pun, karena tak berbuat salah.

Hari hari selanjutnya, ia diajari untuk menahan diri bila ada masalah. Setiap kali dia berjaya menahan diri, satu paku dicabutnya. Ia menemukan nikmatnya menahan diri yang membuatnya terbebas dari persoalan. Semua paku yang pernah dipakunya habis dicabut. Ia benar-benar mampu bersabar.

Tapi tahukah kawan…Meskipun ia telah berlaku baik, pagar itu berlobang karena bekas paku yang diketuk dan dicabutnya. Pagar itu tidak akan bisa seperti semula. Begitu juga dengan menulis dan berkata-kata, duhai kawan. Ia bukan sekadar sesuatu, karena ada hak yang harus kita tunaikan. Bila kata-kata tak diteliti hak-hak dan ketulusannya, maka kita sudah meninggalkan luka pada pihak yang mungkin terasa.

OK katamu, masih ada hari esok untuk membetulkan keadaan. Tapi itu juga bukan ubat, kawan. Karena tak semua orang yang membaca hari ini, akan membaca kembali esoknya. sekiranya kembali, ia tetap takkan sama seperti sebelumnya.

Itu sama saja seperti kita menusuk pisau di punggung orang dan mencabutnya, lalu meminta maaf. Katakanlah ia memaafkan, tapi tetap luka tusukan itu membekas. Luka akibat kata-kata yang tidak dijaga lebih berbahaya dari luka fizikal.

Lebih parah lagi ketika pembaca dan pendengar menganggap cerita itu sebagai “fatwa” yang kukuh, sementara pembetulan sesudah itu sekadar meraikan perasaan serta tidak punya kekuatan untuk benar-benar menghapus “fatwa” pertama tadi.

Jadi, sebagai penulis dan pelontar kata-kata, jangan adili orang lain apa lagi menghukumnya. Tapi adililah diri sendiri secara terbuka, sudah betulkah kata-kata dan tulisan kita? Kalau belum, ingatlah hikayat paku ini.

Edited by-waza