Thursday, 2 September 2010
wahesytini awi-awi
Pagi ini bangun lewat. Sudah cuba untuk bangkit lebih awal tapi tak ada alasan untuk itu. merdeka bukan satu alasan. Tambahan lagi, orang yang sentiasa menyediakan alasan atas sesuatu kekurangan bukanlah orang yang baik.Teman serumah aku yang baik sudah hilang pagi-pagi lagi. Kini aku bertemankan lantai yang licin tak berbaju, dinding-dinding batu yang berwajah muram, serta hiasan-hiasan rumah yang kian terhakis sifat menghias dan adanya .
Lama merenung sudut-sudut rumah yang kaku, aku tersenyum sendiri. Ia mengingatkan aku pada kepribadian manusia.sifat malu kita seperti dinding pada hakisan atau seperti hiasan pada adanya. ia sedang dimakan oleh kulat-kulat masa.
“lamanya tempoh bagi kita yang dipenjara jadi sekejap bagi kulat-kulat yang merdeka”. Waduh, sebelum sempat menggenyeh mata, aku sudah punya satu pujangga kemerdekaan!
Teman yang paling baik adalah yang tidur di penjuru kananku. Dia lebih kuat tidur dariku. Bila aku tidur,ia akan tidur bersama,bila aku jaga, dia maseh tidur. Hanya bila aku menyapanya, ia akan segera bangun. Bercerita padaku tanpa henti, melembutkan jiwaku dengan puisi-puisi yang mengasyikkan. Tangisan,ketawa,sedih jenaka semua mampu ia lakukan. Bila aku sedih aku dakap ia ke dada. ia tadah airmataku sampai bengkak urat kulitnya. kadang-kadang ia menangis bersama. kebaikannya kadang-kadang sampai membuat aku keliru untuk berlaku saksama. Temanku ini atau aku yang lebih utama.
Yang paling kucinta namanya Shofahaat min sobril Ulama’. Kulitnya yang sawo matang menambah keistimewaan. Aku mengenalinya sudah lama tapi terlalu sibuk untuk bertegur sapa. Ramai orang jatuh cinta padanya, aku belajar mencintainya dari mereka. dia banyak bercerita padaku kisah orang dahulu mengenal erti hidup dan mengejar cinta.
Cinta yang mereka kejar sangat tulus. Memang tak lari gunung dikejar,tapi takkan datang gunung mengadap. Mereka mengembara sebulat dunia untuknya.Soal-soal cinta dan kehidupan mereka sangat susah untuk diertikan. Hidup dimulai apabila nafas sudah berhenti. Hidup yang dibelakang ini itulah hidup yang sebenarnya. Alangkah ganjilnya kata-kata ini.Jadi hidup yang sekarang ini untuk apa? Hidup dengan mengumpulkan apa yang disukai dengan apa yang tidak disukai. Hidup untuk membentang pula apa yang disukai dengan apa yang tidak disukai. Terlalu banyak dihidangkan dengan kisah-kisah pengembaraan, membuat aku susah untuk berpijak di bumi yang nyata.
Setiap saat, teman-temanku yang jujur ini seolah berbisik,
“kata-kata bukan sekadar untuk didengar!bangkitlah..kejar impianmu. Perjalananamu maseh jauh, kakimu maseh gagah, mulutmu maseh petah, hatimu maseh banyak ruang-ruang yang lapang..”
Benar, hidup jadi kosong bila kita tak punya impian. Impian bagiku bukan untuk dipenuhi. Ia sekadar penguat. Bilamana kita lemah dek impian, tinggalkan ia.Kalau tak mampu, sekurangnya kita patut sedar. Terlalu banyak impian buat dada kita sesak untuk bernafas di ruang yang lapang.
-waza-
31-8-2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Sudah lama kumenunggu seorang waza bermadah pujangga.
menitipkan kalam-kalam azimat sehebat sasterawan lagak dan tulisannya...
artikel segar seperti biasa.
bila agaknya sy mampu menghasilkan sebuah coretan sebegini ya?
-asrar-
-ust fitri bersajak ke tuu..pujilah setinggi gunung kerna pujian tetap kmbali padaNya. kita manusia xmncipta apa2.sekadar menyulam kembali karya seni tuhan
-to asrar-bila kamu ditinggalkan..haha
-waza-
lame doh blog sepi ust....
Post a Comment